METROHEADLINE.NET, Jakarta (31/10)* – Indonesia menargetkan net zero emissions dapat dicapai pada tahun 2060. Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto bahkan telah menyatakan komitmen Indonesia untuk mendukung Upaya global dalam menangani perubahan iklim serta transisi menuju energi terbarukan pada pertemuan bilateral dengan Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa di Rio de Jenairo, Brasil pada 17 November 2024 lalu. Presiden Prabowo menyatakan bahwa Indonesia memiliki potensi besar dalam pengembangan energi hijau seperti geothermal, hydro, tenaga surya, hingga bioenergi. Namun, apakah hanya dengan kecukupan sumber daya alam Indonesia dapat mencapai target net zero emissions di tahun 2060?
Dalam Indonesia Youth Sustainability Forum (IYSF) 2025 yang digelar di Jakarta pada 18 Oktober 2025, Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, Rachmat Kaimuddin menyatakan bahwa pemanfaatan energi primer Indonesia saat ini masih 89% menggunakan energi berbasis fosil. Itu berarti pemanfaatan energi baru dan terbarukan di Indonesia masih 11%. Rachmat menekankan masih ada keraguan transisi energi dari sektor bisnis. Menurutnya, masih banyak pelaku usaha yang belum sepenuhnya yakin dapat bertransisi dari energi berbasis fosil ke energi bersih. Sektor bisnis akan mulai bergerak menyediakan produk atau jasa yang lebih ramah lingkungan jika konsumen menghendaki hal tersebut.
“Anak-anak muda saat ini adalah majority of our population. Your choice of consumption matters. Your voice democratically matters. Kita di pemerintah dan teman-teman di sektor bisnis pasti akan bergerak if you make the choices,” jelas Rachmat.
Untuk mencapai dekarbonisasi, Indonesia perlu memperkuat adopsi teknologi energi bersih tambahan seperti hydrogen, nuklir, elektrifikasi industri, dan carbon capture. Peran innovator, sociopreneur, dan berbagai kalangan masyarakat dalam mengadopsi teknologi bersih dapat membawa dampak yang besar terhadap proses transisi energi menuju net zero emissions untuk Indonesia.
Salah satu praktik baik dari dunia usaha untuk mendukung proses menuju net zero emissions, telah dilakukan oleh Pertamina International Shipping (PIS). Satya A. Pradana, Manager Sustainability Integration and Governance PIS dalam diskusi di IYSF 2025 dengan tema Is Net Zero Possible for Indonesia, menyatakan bahwa sektor pelayaran terikat oleh regulasi ketat dari International Maritime Organization (IMO) untuk mecapai target net zero emissions di tahun 2050, 10 tahun lebih dari dari target pemerintah Indonesia di tahun 2060.
Dalam diskusi tersebut, Satya mengungkap secara global sektor pelayaran menyumbang sekitar 3% dari total emisi yang dihasilkan. Sementara di Indonesia, pada tahun 2020 sektor transportasi secara keseluruhan menghasilkan 126,42 juta ton emisi karbon dioksida. Sebagai upaya kontribusi dunia usaha dalam transisi menuju net zero emissions, PIS telah melakukan beberapa strategi.
“Kami telah melakukan pengembangan bahan bakar baru yang lebih netral karbon seperti methanol dan e-methanol serta mengoptimalkan rute perjalanan kapan untuk mengurangi waktu tempuh dan konsumsi bahan bakar,” ungkap Satya.
Dalam rangkaian acara IYSF 2025, Shinta Widjaja Kamdani Wakil Ketua Umum Koordinator Bidang Pembangunan Manusia, Kebudayaan, dan Pembangunan Berkelanjutan Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin), menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi dan pencapaian net zero emissions bukan hal yang berlawanan melainkan dua sisi dari satu visi yang sama. Bagaimana para pelaku usaha dapat menciptakan kesejahteraan tanpa merusak alam. Shinta menekankan pentingnya kebijakan hijau yang dapat menciptakan lapangan kerja dan menarik investasi.
“Dengan kolaborasi seluruh pihak, kita bisa membuat energi bersih tidak hanya mungkin tapi juga bisa terjangkau dan bermanfaat untuk semua. Keberlanjutan tidak berarti jika hanya dinikmati oleh segelintir orang. We no longer just talk about profit, we talk about triple bottom line; people, planet, and profit,” pesan Shinta saat membuka IYSF 2025.
Terkait dengan pertumbuhan ekonomi yang seharusnya sejalan dengan transisi menuju energi bersih, Presiden Direktur PT VKTR Teknologi Mobilitas, Tbk Gilarsi W. Setijono juga memberikan pesan mendalam terkait esensi kesejahteraan yang mencakup keadlian sosial, keberlanjutan lingkungan, dan keseimbangan spiritual yang kerap terabaikan. Gilarsi menegaskan bahwa perubahan menuju ekonomi berkeadilan di tengah transisi menuju target net zero emissions harus dimulai dari kesadarakan kolektif dan mulai membangun budaya ekonomi yang berpijak pada kebersamaan, keadilan, serta tanggung jawab moral terhadap bumi untuk generasi mendatang.
“Saat ini sistem ekonomi global semakin timpang, dimana 1 persen populasi dunia menguasai 46 persen kekayaan global. Ini lebih tinggi dari masa kolonial. Kita harus kembali pada fondasi ekonomi Indonesia yang mengutamakan kooperatif yang mengajarkan makna cukup, menahan keserakahan. Krisis iklim dan ketimpangan sosial adalah hasil dari ekonomi yang digerakan oleh keserakahan,” tegas Gilarsi.
Transisi energi bukan sekedar perubahan penggunaan sumber energi fosil ke energi baru terbarukan, tetapi juga peluang untuk menciptakan ekonomi baru yang lebih hijau, inlusif, dan berkelanjutan.










